Tentang Sebuah Rasa Nyaman

Bagaimana menurutmu tentang ini, tentang sebuah rasa nyaman dan tentang sebuah kebahagiaan. Aku duduk di sini bersama mereka yang sedang melaksanakan ujian semester. Mereka duduk bersilang dengan kakak kelasnya, meski ada dua meja yang duduk dua pasang siswa yang sama tingkatnya. Maaf barusan hanya sedikit basa-basi tentang keadaan ruang dua. Cahaya ruangan yang redup meski lampu neon sudah dinyalakan. Suasana yang pas untuk mengantuk, apalagi tidak terlalu riuh dari kendaraan dan cakap anak-anak. Maaf lagi, malah lanjut membahas ruangan.

Kurang lebih 3 tahun aku bekerja sebagai salah satu staff administrasi di sekolah swasta ini. Dari awal mulai berdiri, dari pertama kali pelaksanaan masa orientasi siswa dilaksanakan di lapang gunung sari, sadananya. Tempat yang tidak terlalu jauh dari sekolah kejuruan ini. Tidak terbayang aku bisa bekerja di sini, yang sebenarnya aku hanya mengisi waktu luang dari sisa-sisa waktu kuliah. Awalnya hanya membantu kegiatan masa orientasi siswa, tetapi berkelanjutan untuk membantu administrasi di sekolah, tepatnya di tata usaha.

Owh iya, soal tulisan ini. Aku hanya belajar menulis saat melakukan pengawasan anak-anak yang sedang ujian. Sesekali aku memerhati mereka yang sedang mengerjakan soal dan memastikan kalo mereka tidak mencontek ataupun meminta jawaban kepada temannya. Tetapi jari jemariku tetap saja melaksanakan tugasnya untuk menekan tombol-tombol yang ada di keyboard laptop asus milik sekolah ini. Salah satu sahabatku, Cahaya. Dia juga sedang melaksanakan ujian di ruangan ini, tepatnya ada pada barisan ke empat di hadapanku. Semoga ia bisa mengerjakan soal-soal multimedia dengan benar. Hm, semoga anak-anak tidak melakukan keributan di ruangan ini.

Di sudut kiri meja jajaran pertama ada seorang siswa, oh bukan, tapi dua orang siswa yang barangnya sempat aku razia. Inisial 'G' membawa perlengkapan kosmetik yang tidak wajar, dan yang satunya lagi berinisial 'N' memiliki video yang tidak sepatutnya di dalam telepon genggamnya. Sampai sekarang kedua barang milik mereka belum aku berikan. Ah, mungkin mereka sedikit kesal, ataupun mungkin lebih dari marah kepadaku. Tapi, ya sudahlah. Terkadang kita harus melakukan hal yang membuat orang itu jengkel ataupun kesal meskipun itu semua ulah kesalahan mereka. Semoga yang aku lakukan benar.

Suasana kelas tetap hening, hanya terdengar beberapa suara pulpen yang terketuk kepada meja dan suara kertas yang dibolak-balik oleh peserta ujian. Dan hening ini mungkin di akibatkan oleh anak-anak yang tiduran dan tidak menggerakan pensilnya untuk menjawab soal. Entah ia ngantuk, ataupun memang sudah tak memiliki jawaban lagi untuk mengerjakan soal ujian. Ada yang bertukar senyum dengan temannya. Ada pula yang terus memegang kepala, menggaruknya dan memainkan rambutnya. Aku fikir memainkan rambut tidak akan membuat dia tahu jawabannya.

Jam 10.57 pagi menuju siang. Hand Phone yang bermerek SPC-ku bergetar tanda ada pesan yang masuk. Setelah dicek ternyata pesan dari teman kuliahku, Iday. "Ngaliwet di urang Jum'at bari muguhkeun jang ka pantai" isi pesan singkatnya. Haha, prasaan kenapa kata-katanya seperti sebuah novel. Maafkan, mungkin ak terbawa suasana. Seketika berfikir, mungkin para penulis merasakan hal yang sama seperti ini ketika aku sedang menulis. Bedanya mungkin mereka lebih menghasilkan tulisan yang bermakna dan punya daya tarik buat pembacanya, haha. Sudahlah, abaikan.

Suasana di ruangan sudah mulai meninggalkan kata hening. Terdengar ada suara hela nafas yang memiliki arti keluhan, ada juga yang bertanya soal retribusi. Ah, aku jawab saja meski tak paham secara teoritis yang penting aku paham secara umum. Semoga membantu nak. Tapi itu bukan bantuan memberikan jawaban. Pengawas hanya mengawasi peserta ujian.

Satu pertanyaan lagi dari Cahaya, apa itu 'manajemen'? Sepertinya sudah mulai menemukan soal-soal yang membingungkan ya nak? "Manajemen itu asal katanya dari 'manage' atau bahasa indonesianya mengatur." So, ya begitulah. Semoga membantu yah, da kalo minta jawabanmah pasti gak akan di kasi. Aduh maaf pembaca, barusan ada bahasa daerah (sunda) yang nyelip. Maafkan.

Tentang kebahagiaan, di awal aku menulis tentang itu ya? haha. Ini kebahagiaan, ada kebahagiaan saat jemari ini menyusun kata demi kata dan beruntai menjadi kalimat. Ini yang aku maksud kebahagiaan. Melaksanakan hal yang membuat dirimu ingin terus melakukannya dan terus melakukannya. Sampai bosan. Aku ingin merasakan bahagia saat menulis dan tak pernah merasakan bosan.

Yep, tepat jam 11.21 siang anak-anak sudah mulai ramai. Dikasih tau waktu tinggal 30 menit lagi mereka malah ngeluh dan mengatakan waktunya terlalu lama. Entahlah apa alasannya, tapi sudah bisa disimpulkan mungkin mereka lelah, haha. Dan aku sekarang sedang menahan untuk mengelurakan urine. Ups, maaf bukan maksud aku berkata jorok, tapi aku bingung untuk membahasakan apa tentang kencing. Anak-anak sudah saling lirik-lirikan dan itu bukan berarti mereka ada rasa. Tapi saling melempar kode kepada sesama. Ciee, kode kodean.

Teringat 3 tahun lalu seorang pembicara berkata, kalo pengen bisa nulis coba aja tulis apapun yang sedang terjadi di sekeliling kita. Apapun itu. Termasuk suara burung di ranting pohon, haha. Maaf kalo lebay. Nanti akan saya perbaiki.

Enggak terasa sudah beberapa paragraf, kenapa ya? Ini mungkin karena rasa nyaman dalam menulis. Sama seperti halnya selimut yang hangat dan membuat kita nyaman saat tidur. Itu akan membuat kita enggan untuk beranjak dari sana. Itulah rasa nyaman, di manapun itu. Ia akan membuat dirimu malas untuk beranjak pergi. Berharap suatu saat akau bertemu wanita yang dapat membuatku nyaman. Aih, kenapa jadi berdoa seperti ini. Dasar jomblo.

Iya, jomblo.
Previous
Next Post »
Thanks for your comment