Lelah Berdosa


“Tidakkah kau lelah, wahai diri, bergelimang dalam dosa, yang nikmatnya hanya selalu sesaat?”

Ya, dosa itu melelahkan. Sebab, ia bukanlah fitrah dasar manusia, maka berbuatnya selalu menghadirkan kegelisahan. Nikmat? Mungkin. Namun, tak pernah lama, melainkan hanya selalu sesaat saja. Kenikmatan dalam dosa, acapkali hanyalah bisikan yang menipu.

Jauh dalam lubuk hati setiap insan, tersimpan kerinduan pada kebaikan. Sebab, sejak diciptakan memang janji telah terpatri bahwa hanya pada Dialah kita kan mengabdi. Hanya Dialah satu-satunya tempat berserah diri. Ini bukan keterpaksaan. Ini adalah ketundukan . Tunduk dalam kerinduan.

Maka jelaslah berbuat dosa, sesuatu yang dibenci-Nya, selalu menggelisahkan. Sebab mendurhakai-Nya, berarti menjauhkan diri dari-Nya. Melepaskan diri dari pertolongan-Nya. Membiarkan diri terombang-ambing dalam dunia ciptaan-Nya, namun tanpa petunujuk-Nya. Duhai, adakah yang lebih menghadirkan derita dari kondisi semacam ini?

Jelaslah, berbuat dosa itu melelahkan. Bersungguh diri menutupi aib, yang sejatinya kita tahu takkan pernah bias tertutupi dari-Nya. Sejuta manusia bias tak mengetahui, namun bagaimanakah kita hendak bersembunyi sedang jiwa ragai ini semata pinjaman dari-Nya?

Bersujudlah, wahai diri, bersujudlah. Tak ada penghormatan yang lebih layak bagi pendosa daripada ini.

Terkutip dari buku #NasihatDiri karya Teddi Prasetya Yuliawan. Metagraf, 2014.
Previous
Next Post »
Thanks for your comment