Dia termasuk tokoh kaum Rasionalis
di Indonesia dan pencetus gagasan sekuler di lembaga IAIN.
Sejak diangkat menjadi Rektor IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, langsung berkonsentrasi menanamkan benih pemikiran Mu’tazilah di tengah mahasiswa karena ia sangat kagum dan memuja pemikiran Mu’tazilah, maka dalam waktu sekejab kampus IAIN berubah menjadi ladang subur bagi penyebaran benih pemikiran MU'TAZILAH yang SESAT.
Bahkan beliau menganggap bahwa kemunduran umat islam akibat sikap pasif dan enggan mempelajari pemikiran Mu’tazilah, karena kemajuan peradaban Islam abad pertengahan dianggap sebagai hasil metode rasional yang dikembangkan kelompok tersebut.
Sejak diangkat menjadi Rektor IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, langsung berkonsentrasi menanamkan benih pemikiran Mu’tazilah di tengah mahasiswa karena ia sangat kagum dan memuja pemikiran Mu’tazilah, maka dalam waktu sekejab kampus IAIN berubah menjadi ladang subur bagi penyebaran benih pemikiran MU'TAZILAH yang SESAT.
Bahkan beliau menganggap bahwa kemunduran umat islam akibat sikap pasif dan enggan mempelajari pemikiran Mu’tazilah, karena kemajuan peradaban Islam abad pertengahan dianggap sebagai hasil metode rasional yang dikembangkan kelompok tersebut.
Setelah tamat dari tingkat SMA di
al_azhar maka beliau melanjutkan studinya di Universitas al-Azhar di Fakultas
Usuluddin tapi hanya 2 tahun karena ia kurang betah dengan sistem pembelajaran
al-Azhar yang klasik dan mengandalkan hafalan, kemudian ia pindah ke
Universitas Amerika di Cairo (AUC), yang menurutnya mengagumkan dalam metode
pengajaran dan sistem yang dingunakannnya hingga S1.
Kemudian atas bantuan Prof Dr. H.M
Rasyidi beliau mampu melanjutkan pendidikan di Universitas Mc. Gill, Kanada.
Dengan harapan agar Harun Nasution
menjadi Mahasiswa yang kritis dan cerdas terhadap apa yang ia terima dari kaum
orientalis namun yang terjadi sebaliknya Harun justru menjadi murid yang
terpengaruh dengan pemikiran dan metode kaum orientalis dan sangat kagum dan
memuja mereka.
Ketika kembali ke Indonesia ia
membawa dan menebarkan pemikiran kaum orientalis. Ia meninggalkan beberapa
karya tulis yang pada umumnya membahas masalah filsafat, rasionalis dan
tasawuf, sementara semua hasil karyanya tidak lepas dari syubhat dan
kesesatan sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Prof. Dr. Rasyidi dalam
bukunya “Koreksi Terhadap Harun Nasution”. [1]
Pokok-Pokok Pemikirannya:
- Harun mengingkari penulisan dan penghafalan hadits pada masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara mutlak, dengan alasan Umar bin Khathab yang mengurungkan niat menyusun hadits yang telah ia kumpulkan.
- Kodifikasi hadits baru dimulai pada abad kedua Hijriyah, sehingga sebelum periode itu, antara hadits shahih dan hadits palsu tidak dapat dibedakan disebabkan karena usaha pembukuan yang terlambat.
- Para Shahabat bersikap sangat ketat dalam menerima hadits, hal ini dibuktikan oleh sikap Abu Bakar yang meminta saksi terhadap kebenaran perawi dan Ali bin Abu Thalib yang menyeluruh beebrapa perawi bersumpah, Secara implisit dan tidak langsung Harun menganggap bahwa para Shahabat meragukan kejujuran para perawi hadits, karena banyaknya kasus pemalsuan hadits.
- Pembukuan dalam skala besar dilakukan di abad ketiga Hujriyah melalui para penulis Kutubus Sittah.
- Imam Bukhari menyaring 3.000 hadits dari 600.000 hadits yang telah ia kumpulkan.
- Tidak ada ijma’ kaum muslimin tentang keshahihan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
- Sebagai konsekwensinya, kedudukan Sunnah sebagai hujjah tidak sama dengan al-Qur’an.
- Yang disepakati tentang kehujahannya hanya hadits mutawatir saja. Adapun hadits masyur dan ahad keduanya masih diperselisihkan.
- Karena sibuk mencari solusi atas berbagai persoalan yang menimpa umat, para Shahabat menerima segala macam hadits, sekalipun maudhu. [2]
Sesungguhnya kesalahan utama kaum
orientalis dari kalangan Yahudi dan Para Pendeta Kristiani dalam mempelajari
hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan sengaja mereka ingin merusak
ajaran Islam dan melucuti aqidah kaum muslimin sehingga mereka tidak percaya
lagi terhadap kebenaran agama mereka.
Dengan cara menghujat dua sumber
agama, al-Qur’an dan as-Sunnah, mereka berharap memetik hasil yang dimaksud.
Gagasan yang digulirkan kaum
orientalis asalnya bukan bertujuan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan
penelitian Islam bahkan murni untuk sebuah target politik dalam rangka
menghancurkan Islam dan memalingkan kaum muslimin dari agama mereka, karena
mereka paham bahwa tidak akan mampu menguasi negeri Islam kecuali dengan cara melemahkan ajaran jihad
yang terukir indah dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.
Jika mereka mampu mendistorsi kedua
sumber agama tersebut terutama yang mengupas tentang ajaran jihad maka
kesemangatan kaum muslimin dalam berjihad akan lemah dan akhirnya gampang
ditaklukan. [3]
Harun Nasution berhasil
mempengaruhi institusi perguruan tinggi Islam, setelah pada tahun 1973, bukunya
“Islam ditinjau dari Berbagai Aspek” ditetapkan sebagai buku utama mahasiswa
IAIN se-Indonesia.
Buku yang diterbitkan pertama kali
tahun 1974 itu, dijadikan bahan bacaan pokok untuk mata kuliah “Pengantar Ilmu
Agama Islam”, melalui rapat kerja Rektor IAIN se-Indonesia di Ciumbuluit
Bandung tahun 1973.
Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa Harun Nasution merupakan “pioner” pertama dalam melahirkan faham Islam
Liberal di Indonesia bersama Nurcholis Madjid, melalui keduanyalah wacana
meliberalkan Islam kemudian JIL dikenal di Indonesia.
Oleh: Ust. Zaenal Abidin Syamsudin, Lc
[Disalin dari Buku Ensiklopedi Penghujatan Terhadap Sunnah, hal 399-401, Cetakan Pertama, Pustaka Imam Abu Hanifah-Jakarta].
----------------------------------------------
Dipublikasikan oleh:
ibnuramadan.wordpress.com
_________
FooteNote :
[1] Fenomina Sunnah di Indonesia,
hal 104-105 karya Dawud Rasid
[2] Fenomina Sunnah di Indonesia,
hal 28-29 karya Dawud Rasid
[3] Difaaun Anis Sunnah, hal. 372
karya Dr.Muhammad Abu Syuhbah
Sumber: www.abuayaz.blogspot.com
ConversionConversion EmoticonEmoticon